SEJARAH PERADABAN ISLAM: DINASTI TURKI UTSMANI
A. Sejarah
Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Pada abad ke-15 (abad ke-9 H), orang
Turki Usmani membuat debut di panggung sejarah. Pendiri kerajaan ini adalah
bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah mongol dan utara negeri
cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan
kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10,
ketika mereka menetap di Asia tengah. Dibawah tekanan serangan-serangan mongol
pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat
pengungsian di tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Saljuk di
dataran tinggi asia kecil.[2]
Garis keturunan bani utsmaniah
bersambung pada kabilah Turmaniah yang pada permulaan abad ke-7 H atau
bertepatan dengan abad ke-13 M, mendiami Kurdistan. Mereka berpropesi sebagai
pengembala. Akibat serangan orang-orang Mongolia dibawah pimpinan Jengis Khan
ke Irak dan wilayah-wilayah asia kecil, Sulaiman, kakek dari Utsman melakukan
hijrah pada tahun 617 H./1220 M. bersama-sama dengan kabilahnya, dia beranjak
meninggalkan Kurdistan menuju Anatoh dan merekapun menetap di kota Akhalath.[3]
Tatkala Ertoghrol bersama keluarganya
melarikan diri dari serangan Mongol, dalam perjalanan ia menyaksikan
pertempuran pasukan muslim dan Kristen (Bizantium) dan Ertoghrol ia terpanggil
untuk membela dan menolong saudara sehingga pertempuran ini dimenangkan oleh
pasukan muslim.
DI bawah pimpinan Ertoghrol, mereka
mengabdikan diri kepada sultan Alauddin ll ( sultan Seljuk) untuk melawan Bizantium.
Berkat kehebatan ertoghrol dan dukungan penuh dari anak buahnya, tentara Seljuk
mendapat kemenangan dari Bizantium. Sebagai hadiahnya , Sultan Alauddin
menghadiahkan sebidang tanah di asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium
kepada Ertoghrol, serta memberikan wewenang untuk mengadakan ekspansi.[4]
Pada tahun 1289 M., Ertoghrol meninggal
dunia dan kemudian sultan Alauddin menunjuk cucunya yang sulung Utsman sebagai
penguasa di wilayah yang berbatasan dengan Byzantium. Utsman memerintah antara
tahun 1290-1326 M. Selang tidak beberapa lama sultan Alauddin wafat dan tidak
ada yang layak untuk menggantikannya. Melihat kekosongan pemerintahan, maka
terbukalah jalan bagi Utsman untuk menuju tingkat yang lebih tinggi. Dengan
naiknya Utsman menggantikan Sultan Alauddin ll, maka berakhirlah pemerintahan
Seljuk dan berdirilah kerajaan Utsman yang dipimpin oleh Utsman yang bergelar
padisyah al-Utsman ( raja besar keluarga utsman).[5]
Nama kerajaan Utsmani itu diambil dari
dan di bangsakan kepada nenek moyang mereka yang pertama, Sultan Utsmani Ibn
Sauji Ibn Ertoghrol Ibn Sulaiman Syah Ibn Kia alp, kepala kabilah Kab di Asia
tengah.[6]
B. Perkembangan
Peradaban Islam Pada Masa Kerajaan Turki Utsmani
Sejak Utsman bin Ertoghrol ( 1299-1326
M), yang dianggap Pembina pertama kerajaan turki Utsmani dengan nama imperium
ottoman timbullah kemajuan dalam berbagai bidang agama Islam. Turki membawa
pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi agama Islam ke Eropa. Kemajuan
kemajuan lainnya antara lain dalam bidang militer, pemerintahan, intelektual,
budaya serta dalam bidang keagamaan.[7]
1. Bidang
Militer
Pada mulanya Turki
Utsmani hanyalah merupakan kerajaan yang hanya memiliki wilayah kekuasaan yang
kecil. Namun berkat dukungan pasukan militer yang kuat, maka dalam waktu
sebentar telah berubah menjadi sebuah kerajaan yang sangat kuat dan luas.
Sepeninggal Orchan, tampak kepemimpinan di pegang oleh anaknya yaitu sultan
Murad. Setelah memegang kendali pemerintahan, ia segera melanjutkan cita-cita
ayahnya utuk memperluas ekspansi kekuasaan. Andrianopel di taklukkan pada tahun
1365, kemudian dengan ber turut-turut disusul jatuhnya kota Macedonia,Bulgaria
dan Serbia ketangan murad.[8]
Prestasi
Khalifah di atas ditentukan oleh pengaturan milliter yang tepat, solid dan juga
jumlahyang sangat besar. Kekuatan milliter ini di tata semenjak awal tepatnya
di masa pemerintahan Orkhan. Halini Senada dengan penjelasan ash-Shalabi yaitu
salah satu pekerjaan penting yang dilakukan Orkan adalah membentuk milliter
islam yang kuat dan memasukkan system khusus dalam kemiliteran. Dia kemudian
membagi tentara pada satuan-satuan dan setiap satuan terdiri dari seuluh orang
atau seratus orang atau seribu orang. Dia mengkhususkan seperlima ghanimah
untuk tentara.[9]
Ada satu hal yang
paling mendasar bahwa semangat militer yang dimiliki di awal-awal dinasti
Utsmani yaitu ruh jihad yang mengakar sehingga keikhlasan menjadi modal utama
mereka. Kemajuan di bidang militer inilah yang paling menonjol bila di
bandingkan dengan bidang yang lain.Hal ini terjadi karena kondisi opjektif dan potensial dasar
etnik Turki sehingga kekuatan militer yang besar ini menjadi senjata utama meng hadapi musuh yang
tetap mengintai.
2. Bidang
Pemerintahan.
Dalam pemerintahan
Turki Utsmani, sultan adalah pemegang kekuasaan tertinggi baik dalam bidang
agama, politik, pemerintahan, bahkan masalah ekonomi. Orang kedua yang
berkuad=sa adalah wazir besar, ia adalah badan penasehat kesultanan yang
membawahi semua wazir dan amir. Disetiap daerah diangkat juga qadhi yang akan
menjalankan hokum pidana dan perdata.
Pada masa kerajaan
Turki Utsmani, para khalifah atau sultan terus melakukan ekspansi dengan terus
menciptakan jaringan pemerintahan yang teratur.
Dalam mengelola wilayah yang luas, para sultan senantiasa bertindak tegas dan
penuh kedisiplinan, sipat ini merupakan karakterdasar yang diwarisi nenek
moyang mereka di asia tengah.
Untuk urusan
pemerintahan, salah seorang khalifah telah menetapkan undang-undang seperti
yang diungkapkan K. Hitti dalam Badri Yatim : untuk mengatur pemerintahan pada
masa sultan sulaiman l, disusun sebuah kitab undang-undang (Qanun) kitab
tersebut diberi nama Multaqa al- Abhur, yang menjadi pegangan hokum bagi
kerajaan Turki Utsmani sampai datangnya repormasi pada abad ke-19. Karena jasa
Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, diujung namanya ditambah gelar
Al-Qanun.[10]
3. Bidang
Intelektual.
Dlam sejarah Islam,
perkembangan intelektual yang paling pesat dan maju dapat diraih pada masa
daulah Abbasiah, sehingga pada masa Turki Utsmani kemajuan dibidang intelektual
tidak terlalu menonjol.
Sekalipun prestasi di
bidang intelektual pada periode ini tidak terlalu menonjol, akan tetapi pada
periode ini ada beberapa aspek intelektual yang dapat dicapai yaitu :
a. Terdapat
tiga buah surat kabar yang muncul pada masa ini, yaitu berita harian Takvini
(1831), 2. Jurnal Takviri Efkhar (1862), 3. Terjumani Ahval (1860)
b. Terjadinya
transpormasi pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar menengah (1861)
dan perguruan tinggi (1869), juga mendirikan fakultas kedokteran dan fakultas hokum.
Disamping itu juga mengirimkan para pelajar berprestasi ke Prancis untuk
melanjutkan studinya yang sebelumnya terjadi.[11]
Turki
Utsmani adalah bangsa yang berdarah militer, karena itu di dalam khazanah
intelektual tidak kita temukan ilmuan-ilmuan terkemuka. Demikian juga dengan
kajian-kajian ilmu keagamaan bias dikatakan tidak mengalami perkembangan yang
berarti, karena para penguasa lebih cendrung menegakkan satu mazhab saja.
4. Bidang
Agama Dan Budaya.
Kehidupan keagamaan
merupakan bagian dari system social politik Turki Utsmani. Ulama mempunyai
kedudukan tinggi dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Mufti sebagai
pejabat tinggi agama, tanpa legitimasi mufti, keputusan hokum kerajaan tidak
dapat berjalan. Pada masa itu kehidupan tarekat berkembang pesat. Tarekat yang
paling besar yaitu al-Bektasi dan al-Maulawi.
Kebudayaan Turki
Utsmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan, diantaranya adalah
kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak
mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata karma dalam istana raja.
Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium.
Sedangkan, ajaran-ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, social,
kemasyarakatan, keilmuan, dan hurup mereka terima dari bangsa Arab. Orang-orang
Turki Utsmani memang dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi
dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima budaya luar. Hal ini mungkin
karena mereka masih miskin dengan kebudayaan. Bagaimanapun, sebelumnya mereka
orang-orang nomat yang hidup di dataran asia tengah.[12]
Kajian-kajian keislaman
pada masa ini tidak terlalu menonjol dan tidak mengalami perkembangan yang
berarti. Sultan Abd Al-Hamid II, misalnya, begitu panatik terhadap aliran
Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari
kritikan-kritikan aliran lain. Ia memerintahkan kepada Syaikh Husein al Jisri
penulis kitab Al-Hushun al Hamidayah (benteng pertahanan abdul hamid) untuk
melestarikan aliran yang dianutnya itu. Akibat kelesuan dalam bidang ilmu
keasgamaan dan panatik yang berlebihan, maka ijtihad tidak berkembang. Ulama
hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam
catatan) terhadap karya-karya masa klasik.[13]
Dalam hal budaya, Turki
Utsmani telah banyak meninggalkan jasanya. Dalam seni arsitektur, sejumlah
bangunan Islam dibangun dengan seni yang indah. Masjid Muhammad al-Fatih,
Masjid agung Sulaiman, Masjid Abu Ayub al-Ansari, dan Masjid Aya Sophia yang
asalnya gereja St. Sophia merupakan peninggalan arsitektur Utsmani yang sangat
dikagumi dunia sampai saat ini.[14]
Masjid Aya Sophia adalah masjid terindah kaligrafinya untuk menutup
hiasan-hiasan gambar kristiani sebelumnya.
C. Kemajuan
Pada Masa Turki Utsmani.
Sudah menjadi
sunnatullah bahwa setiap rezim akan mendapatkan masa kejayaannya. Begitu juga
setelah itu rezim tersebut akan mengalami masa keruntuhannya. Dalam makalah
ini, penulis akan memaparkan masa kejayaan Turki Utsmani. Puncak kejayaan
peradaban pada masa Turki utsmani tidak seperti gemilangnya peradaban pada masa
dinasti Abbasiah di Baghdad dan dinasti Umayyah di Cordoba (Spanyol).
Abad XVI merupakan masa
keemasan kekuasaan Turki Utsmani yaitu
pada tahun 1517 ketika sultan salim merebut Mesir pemerintahan Mamalik yang
sudah lemah. Ada beberapa factor yang mendorong kemajuan turki utsmani yaitu:
1) Adanya
system pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa menyebabkan
mereka hidup berkecukupan dan mempunyai kedudukan tinggi di masyarakat
2) Tidak
adanya diskriminasi dari pihak penguasa sehingga orang yang mempunyai kedudukan
tinggi tidak di dominasi kalangan tertentu.
3) Kepengurusan
organisasi yang cakap, padahal pada saat marcopolo pindah ke turki tahun 1272 M. didapati orang
turki masih menjalani kehidupan berpindah-pindah. Sebagai penggembala kambing
dan biri-biri, orang yunani dan Armenia sudah hidup maju di kota-kota. Akan tetapi karna pengurusan
yang kurang cakap dari tuan tanah di dalam pemerintahan bizantium menyebapkan
penduduk desa-desa yunani memihak tentara turki yang memasuki Bandar-Bandar
pada abad XIV.
4) Pihak
turki memberikan perlakuan yang baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan kepada mereka hak rakyat secara
penuh baik dalam kehidupan beragama dan kemasyarakatan sehingga mereka menaruh
simpati dan akhirnya banyak yang memeluk islam
5) Turki
telah menggunakan tenaga-tenaga yang professional dan terampil, khususnya dalam
bidang administrasi pemerintahan. Menurut data statistic, selama masa keemasan
Turki Utsmani dari tahun 1453-1623 hanya 5 dari 48 wazir besar dari keturunan
Turki, selebihnya adalah orang asing yang dianggap cakap.
6) Kedudukan
sosial orang Turki telah menarik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk
memeluk Islam.
7) Rakyat
yang memeluk agama Kristen yang dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang
relatip murah jika dibandingkan dengan pada pemerintahan bizantium.
8) Semua
penduduk diberikan kebebasan untuk menjalankan agama sesuai dengan kepercayaan
masing-masing. Para paderi diberi kekuasaan lebih besar dibandingkan pada masa
Bizantium. Pada hari-hari besar Kristen, pemerintahan Turki turut bersimpati
dengan mengirimkan tentara Yeniseri untuk mengawal gereja.
9) Karena
Turki tidak fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan
orang-orang Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada
abad XVI. [15]
D. Masa
Kemundurakn Kerajaan Turki Utsmani.
Titik
permulaan keruntuhan dan berakhirnya zaman keemasan Turki Utsmani ini ditandai
dengan melemahnya semangat perjuangan prajurit Utsmani yang menyebabkan
sejumlah kekalahan dalam pertempuran menghadapi musuh-musuhnya. Pada tahun
1663, tentara Utsmani menderita kekalahan dalam penyerbuan hongaria. Demikian
juga pada tahun 1676 Turki kalah dalam pertempuran di Mohakez, Hungaria dan
dipaksa menandatangani perjanjian Karlowitz pada tahun 1699 memaksa Sultan
untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada
Hapsburg. Dan Hemenietz, Podolia, Ukraina, Morea dan sebagian Dalmatia kepada
orang-orang Venetia.[16]
Setelah
menyadari kelemahan kekuasaan Turki, sebagian wilayah kekuasaannya melancarkan
pemberontakan untuk melepaskan diri. Di Mesir, yeniseri bersekutu dengan
tentara Mamalik melancarkan pemberontakan, dan sejak 1772 Mamalik berhasil
menguasai Mesir kembali. Di Syria dan Lebanon juga terjadi pemberontakan yang
dipelopori oleh Druz dan Fahruddin. Sementara itu di Arabia timbul gerakan
pemurnian oleh Muhammad bin Abdul Wahab dan gerakan ini bergabung dengan
kekuatan Ibnu Saud yang akhirnya berhasil memperluas wilayah kekuasaannya di
sekitar jazirah Arab.
Ancaman
eksternal bagi Turki Utsmani betul-betul terjadi hingga terjadinya beberapa
kali peperangan, contohnya peperangan di Teluk Libanon yang akhirnya
dimenangkan oleh pasukan musuh. Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan secara
rinci faktor-faktor yang menjadi penyebab runtuhnya Turki Utsmani :
1. Faktor
Eksternal
a. Timbulnya
gerakan nasionalisme. Bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki selama
berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut. Kekuasaan Turki atas
mereka bermula dari penaklukan dan penyerbuan. Meskipun Turki telah berbuat
sebaik mungkin kepada pihak yang dikuasai, mereka beranggapan bahwa Turki
adalah orang asing yang menaklukkan mereka. Maka ketika mereka mendapat
kesempatan disaat melemahnya Turki, mereka bangkit untuk melepaskan diri dari
cengkraman kerajaan tersebut.
b. Terjadinya
kemajuan teknologi di Barat, khususnya dalam bidang persenjataan. Sementara
itu di Turki terjadi stagnasi ilmu
pengetahuan, sehingga ketika terjadi kontak senjata antara kekuasaan Turki
dengan kekuatan dari Eropa, Turki selalu menderita kekalahan karena mereka
masih menggunakan senjata tradisional, sedangkan Eropa telah menggunakan
senjata yang sudah maju.[17]
c. Kemajuan
Eropa yang menjadi cikal bakal renaisance.[18]
2. Faktor
Internal.
a. Wilayah
kekuasaan yang sangat luas.
Administrasi
pemerintahan bagi suatu Negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan
kompleks, sementara administrasi pemerintahan kerajaan Utsmani tidak beres.
Dipihak lain, para penguasa sangat berambisi untuk menguasai wilayah yang
sangat luas, sehingga mereka terlibat perang yang terus menerus dengan berbagai
bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya digunakan untum
membangun Negara.
b. Heterogenitas
penduduk.
Sebagai kerajaan besar,
Turki Utsmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup Asia kecil, Armenia,
Irak, Syria, Hejaz, dan Yaman di Asia. Wilayah yang luas ini didiami oleh
penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat.
c. Kelemahan
para penguasa.
Sepeninggal Sulaiman
Al-Qanuni kerajaan Utsmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam
kepribadian terutama dalamkepemimpinannya. Akibatnya, pemerintahan menjadi
kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin
lama menjadi semakin parah.
d. Budaya
Pungli.
Pungli merupakan
perbuatan yang sudah umum terjadi di kerajaan Utsmani. Setiap jabatan yang
hendak diraih oleh seorang harus “dibayar “ dengan sogokan kepada orang yang
berhak memberikan jabatan tersebut
e. Pemberontakan
tentara jenissari.
Kemajuan ekspansi
kerajaan Utsmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara jennisari. Dengan
demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak.
f. Merosotnya
Ekonomi.
Akibat perang yang tak
pernah berhenti, perekonomian Negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara
belanja Negara sangat besar termasuk untuk biaya perang.
g. Terjadinya
Stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
Kerajaan Utsmani kurang berhasil
dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan
kekuatan militer.Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan IPTEK
menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa
yang lebih maju.BADRI YATIM HAL 168[19]
Faktor-faktor
yang menjadi penyebab keruntuhan, baik factor internal maupun eksternal telah
membuat kehalifahan Turki Utsmani lemah dan kehilangan wibawanya. Runtuhnya
Turki Utsmani bukan berarti akhir dari dinasti Utmani, tetapi lebih tepat
disebut sebagai masa kemunduran dari Turki Utsmani.
KESIMPULAN
Negara
Turki adalah Negara yang terletak di dua benua dengan luas wilayah sekitar
814.578 KM, 97% (790.200 KM) wilayahnya terletak di benua asia dan sisanya
sekitar 3 % (24.378 KM) terletak di benua eropa. Pendiri kerajaan ini adalah
bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah mongol dan utara negeri
cina.
Sejak
Utsman bin Ertoghrol ( 1299-1326 M), yang dianggap Pembina pertama kerajaan
turki Utsmani dengan nama imperium ottoman timbullah kemajuan dalam berbagai
bidang agama Islam. Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi
agama Islam ke Eropa. Kemajuan kemajuan lainnya antara lain dalam bidang
militer, pemerintahan, intelektual, budaya serta dalam bidang keagamaan.
Abad XVI
merupakan masa keemasan kekuasaan Turki Utsmani
yaitu pada tahun 1517 ketika sultan salim merebut Mesir pemerintahan
Mamalik yang sudah lemah. faktor-faktor
yang menjadi penyebab runtuhnya Turki Utsmani terbagi menjadi dua yaitu faktor
eksternal dan internal.
Faktor
Eksternal, Timbulnya gerakan nasionalisme, Terjadinya kemajuan teknologi di
Barat, khususnya dalam bidang persenjataan. .Kemajuan Eropa yang menjadi cikal
bakal renaisance.
sedangkanFaktor Internal.antara lain Wilayah
kekuasaan yang sangat luas,Heterogenitas penduduk.,Kelemahan para penguasa, Budaya
Pungli,Pemberontakan tentara jenissari, Merosotnya Ekonomi, Terjadinya Stagnasi
dalam lapangan ilmu dan teknologi.
Faktor-faktor
yang menjadi penyebab keruntuhan, baik factor internal maupun eksternal telah
membuat kehalifahan Turki Utsmani lemah dan kehilangan wibawanya. Runtuhnya
Turki Utsmani bukan berarti akhir dari dinasti Utmani, tetapi lebih tepat
disebut sebagai masa kemunduran dari Turki Utsmani.
.DAFTAR PUSTAKA
Ajid Thohir,
Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada,2004.
Ali
Muhammad Ash-Shalabi, Khalifah Utsmaniah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003.
Amir.
K. Ali, A Study of Islamic History, Terj. Gufron A. Mas’adi, Jakarta:
Srigunting, 1996
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001
Hassan
Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Ygyakarta: Kota Kembang, 1989
Mahyudin Yahya dan
Ahmad Jaelani Hakim, Sejarah Islam, Kuala Lumpur: Fajar Bakti SDN BHD,1994.
Sulomo,
Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: CV. Wicaksana, 1995.
Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
Sayyid
al-Wakil, Wajah Dunia Islam, Jakarta: Pustaka ak-Kautsar, 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar